DepokToday.com-Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah, menanggapi kasus dugaan ujaran kebencian Edy Mulyadi yang melalui kuasa hukumnya agar diselesaikan dengan Undang Undang Pers (UU Pers)
Kuasa hukum Edy Mulyadi beralasan karena kliennya itu mengaku sebagai wartawan senior. Kasus yang tengah dihadapi Edy Mulyadi lantaran mengeluarkan pernyataan Kalimantan 'tempat jin buang anak' dalam sebuah video viral, menghina dan menyinggung masyarakat Kalimantan.
"Pak Edy, Anda itu jangan ngaku-ngaku sebagai wartawan senior. Ada ukurannya seseorang itu sebagai wartawan senior atau bukan. Minimal 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik tanpa henti," ujar Rusdy kepada wartawan di Kantor PWI Kota Depok, Minggu 30 Januari 2021.
Edy yang mengklaim dirinya sebagai wartawan senior dianggap Rusdy telah menciderai profesi wartawan, yang memiliki marwah dan ruh mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara serta sebagai pilar keempat demokrasi selalu mengedepankan kebebasan pers yang bertanggungjawab.
"Mau ketawa takut kualat. Anda ingin berlindung di UU Pers, padahal jerat hukum yang menimpa Anda bukanlah produk pers dan karya jurnalistik. Memalukan, Anda mengaku-ngaku wartawan tapi tidak paham UU Pers, kode etik jurnalistik dan pedoman perilaku wartawan. Jangan rusak citra wartawan dengan prilaku Anda," tegas Rusdy yang mengawali karir sebagai wartawan sejak 1991 itu.
Menurut peraih Press Card Number One PWI yang akan diserahkan Presiden Jokowi pada Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara ini, seorang wartawan senior itu menunjukan kinerja profesional, independen, memiliki integritas, aktif dalam komunitas dan organisasi kewartawanan terutama PWI.
Baca Juga: Bandingkan Kasus Arteria Dahlan, Pengacara Edy Mulyadi Sebut Polisi Tebang Pilih
Baca Juga: Waduh, Edy Mulyadi Dicari Warga Dayak untuk Diproses Hukum Adat
"Seorang wartawan senior itu, selama karirnya pernah bertugas di berbagai tempat, baik lokal, nasional dan internasional serta di wilayah bencana alam, konflik maupun perang. Pernah meliput di berbagai bidang atau desk, politik, ekonomi, sosial, seni dan budaya, olahraga, kriminal, perkotaan. Selain itu juga menghasilkan karya jurnalistik yang berprestasi di tingkat daerah, tingkat nasional, mungkin terlebih lagi di internasional," jelas Rusdy.
Ia menambahkan, kemudian juga secara konsisten berkontribusi membela kemerdekaan pers lewat berbagai gagasan karya dan kiprahnya, memajukan SDM pers Indonesia melalui keterlibatan pribadi, organisasi, lembaga ataupun dalam melakukan pelatihan dan taat UU Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
"Ada aturan dan etikanya menggeluti profesi jurnalistik. Ada kaidah bahasa yang baik dan benar yang mencerdaskan, tidak boleh mengandung unsur SARA, rasis, pornografi, apalagi provokatif, adu domba dan ujaran kebencian. Jadi, saya pikir Pak Edy itu bukan wartawan senior dan bahkan otomatis 'gugur' mengaku sebagai wartawan. Bukan juga mantan wartawan, mungkin lebih tepat, ia 'bekas' wartawan," tutur wartawan Republika ini.
Dalam keterangan profilnya, Edy bekerja dan terabung sebagai wartawan dalam FNN (Forum News Network). FNN merupakan portal berita milik PT. Forum Adil Mandiri yang sebelumnya dikenal dengan nama Majalah Keadilan. Awal karier Edy sebagai wartawan dimulai di Harian Neraca dan terdaftar di PWI sejak 22 Mei 1995.
Artikel Terkait
Sesumbar Bakal Bantai TNI Polri, Jubir OPM: Kami Dilindungi Roh
Pamer Utang Indonesia Paling Terkendali Selama Pandemi, Sri Mulyani: Ini yang Harus Kita Jaga
Jangan Panic Buying! Disperdagin Depok Pastikan Stok Minyak Goreng Aman, Asal..
Soal Pemimpin Ibu Kota Negara, Pentolan PA 212 Tolak Ahok, Dicap Produk Gagal
Diduga Jalan Umum Ditutup, Aksi Pencari Rumput Viral Lewat di Tengah Hajatan
Faisal Basri Berani Ungkap Pemerintahan Jokowi Tak Mampu Bertahan hingga 2024, Ini Alasannya