Terpopuler DepokToday, 11 Agustus 2021: Baliho Puan, Gatot Singgung COVID Perang Biologi

- Rabu, 11 Agustus 2021 | 11:22 WIB
Baliho Puan Maharani (Foto: Istimewa)
Baliho Puan Maharani (Foto: Istimewa)

DepokTodayDepokToday merangkum Berita Terpopuler pada Rabu pagi, 11 Agustus 2021. Komentar budayawan Sudjiwo Tedjo yang meminta TNI mencopot baliho Puan Maharani menjadi terpopuler pertama.

Baliho puan dianggap tidak mencerminkan rasa kepedulian ditengah pandemi COVID-19 dan tidak etis jika untuk berkampanye karena jabatan presiden masih lama.

Selanjutnya, Mantan panglima TNI, Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo dalam wawancaranya dengan salah satu portal berita menyebut kalau COVID-19 ini dicurigai sebagai perang biologi antar negara.

Menteri Kesehatan era Presiden SBY, Siti Fadilah Supari kembali bersuara tentang keanehan COVID-19 yang terus bermutasi dan beredar di Indonesia. Siti pun meminta pemerintah mengerahkan peneliti-peneliti terbaik untuk mendalami dan eksplorasi karakter virus corona.

Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Rumah Tinggal di Boponter Hangus Terbakar

Berikut ringkasan Berita Terpopuler di DepokToday pada Rabu pagi:

1. Sang ‘Presiden’ Minta TNI Copot Baliho Puan, Sudjiwo: Kasihan PKL

Budayawan kondang yang mengklaim dirinya sebagai Presiden Republik Jancukers, Sudjiwo Tedjo ikut melontarkan kritik pedas terkait maraknya baliho Puan Maharani yang disinyalir mengarah pada ambisi Pilpres 2024.

Sudjiwo meminta, TNI turun tangan memberantas sejumlah baliho tersebut. Dan bila sudah dicopot, maka ia menyarankan agar baliho Puan diberikan untuk sejumlah pedagang kaki lima (PKL) seperti tukang cat dan pedagang soto.

“Bahan balihonya bisa cepat-cepat dimanfaatkan rakyat untuk tenda kaki lima UMKM: Soto Lamongan, dan lain-lain,” cuit Sudjiwo Tejo di akun twitternya @sudjiwotedjo dikutip pada Selasa 10 Agustus 2021.

Menurutnya, baliho-baliho Puan bisa dimanfaatkan rakyat kecil untuk membuka usaha kaki lima dan menciptakan lapangan kerja baru.

“Menjadikan baliho-baliho itu sebagai tenda kaki lima membuat lapangan kerja baru: tukang cat, tukang jahit, dan lain-lain,” ujarnya.

-


Pada narasi cuitannya tersebut, Sudjiwo Tedjo juga berharap aparat TNI bisa turun tangan untuk menurunkan baliho Puan Maharani yang saat ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Sebab, menurut Sudjiwo Tedjo, pemasangan baliho Puan Maharani itu tidak etis lantaran masa jabatan Presiden Jokowi masih lama.

“Kudukung penuh bila tentara kembali turun tangan turunkan baliho-baliho yang tak sesuai rasa senasib pandemi. Tak etis pada Presiden jokowi yang sisa masa jabatannya masih lama.”



Ia bahkan menyebut nama Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman yang pernah merasakan pahitnya hidup susah menjadi rakyat kecil dengan berjualan klepon dan menjadi loper Koran.

Sudjiwo menilai, Dudung pasti paham rasanya hidup kesusahan di tengah pandemi dan dikepung oleh baliho-baliho.

“Cc Pangkostrad Letjen Dudung AR yg pernah jdi loper Koran dan jualan klepon..yg 55 kleponnya pernah ditendang oleh oknum tentara..yg karena seluruh biografi getirnya pasti bisa merasakan gmn rasanya rakyat di tengah pandemi gini dikepung oleh baliho2 semacam itu” cuit budayawan ini.

Seperti diketahui, baliho berukuran besar bergambar foto Ketua DPR RI Puan Maharani bertebaran dalam beberapa hari terakhir.

Meski bertuliskan Ketua DPR RI di bagian bawah, ada logo PDIP di bagian atas baliho yang didominasi warna merah itu.

Baliho itu terpasang di berbagai lokasi di Solo dan sekitarnya. Di antaranya di Jalan Yos Sudarso, Jalan Baki-Solo, Jalan Bhayangkara, Jalan Veteran, Jalan Ronggowarsito, RM Said dan lainnya.

Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo mengakui jika baliho bergambar Puan Maharani juga banyak terpasang di Kota Solo. Namun baliho tersebut tidak dipasang oleh DPC PDIP Solo ataupun kader, dan anggota DPRD Solo Fraksi PDIP.

“DPC PDIP Solo tidak memasang baliho sama sekali. Yang memasang tim dari beliau (Puan),” kata Rudy.

2. COVID Alat Perang Biologi, Gatot Nurmantyo: Bisa Dirasakan

Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo sempat mengatakan, TNI sudah bertahun-tahun lalu mengantisipasi skenario perang biologi. Lalu apakah ada kaitannya dengan pandemi COVID-19 saat ini.

Dilansir dari Hops.id jaringan DepokToday.com dalam wawancara dengan FNN TV, Gatot Nurmantyo akhirnya menjawab soal apakah ada relasi pandemi COVID-19 sebagai bagian dari perang biologi.

“Itu tak bisa dibuktikan tapi bisa dirasakan,” katanya Gatot dikutip Selasa 10 Agustus 2021.

-
Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo (Foto: Istimewa)

Gatot mengatakan sejatinya TNI sudah mengantisipasi potensi perang biologi bertahun-tahun lalu. Pada 24 Oktober 2017, Gatot Nurmantyo yang kala itu masih menjabat sebagai Panglima TNI, mengingatkan kepada dokter militer sedunia soal potensi terjadinya perang biologi.

Menurut Gatot, perang biologi itu akan melumpuhkan sebuah negara dan negara lain bakal ikut terdampak.

Dua tahun sebelum pertemuan dokter militer itu, Gatot Nurmantyo mengatakan, sejak 2015 TNI sudah mengantisipasi potensi perang biologi belajar dari kejadian virus flu burung atau SARS di Hong Kong.



“Sejak 2015 kita sudah diskusikan berdasarkan SARS di Hong Kong, TKI kita banyak di sana kok nggak kena. Kita lihat semacam (serang) genetika tertentu, mana ada ya, kita curigai begitu,” katanya.

Makanya Gatot yang kala itu menjabat KSAD bergerak. Bersama Panglima TNI dia mengucurkan beasiswa untuk merekrut dokter militer.

Dalam kurun 2015-2016, TNI memberikan beasiswa kepada setidaknya 70 dokter untuk ditempatkan di militer.

Kemudian jumlahnya naik, kurun 2017 sampai akhir 2018, setidaknya TNI telah mencetak 1000 dokter militer.

Nah dokter-dokter itulah yang sekarang ini diterjunkan salah satunya di Wisma Atlet untuk penanganan COVID-19.

“Maka perang biologi itu yang kita siap, pertama itu tenaga kesehatan, vaksin, obat. Hal ini vaksin mudah-mudahan dalam waktu dekat vaksin Nusantara bisa, walau epidemi tak bisa selesai dengan vaksin, tapi bisa kurangi,” katanya.

Gatot mengaku tak punya bukti juga siapa yang melakukan perang biologi ini, namun dia menegaskan kembali dampak perang biologi ini telah dirasakan penduduk dunia.

“Saya tak bisa katakan perang biologis ini siapa yang melakukannya, saya belum bisa menentukan itu. Tapi dampaknya jelas seperti perang biologi, semua negara terkena,” tuturnya.

3. Siti Fadilah Singgung Keanehan COVID di Indonesia, Ini Sebabnya

Mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari kembali bersuara soal virus COVID-19. Kali ini ia mencermati beberapa keanehan dari penyebaran virus itu di Indonesia.

Atas dasar itulah, menurutnya pemerintah perlu mengerahkan peneliti-peneliti terbaik bangsa ini untuk mendalami atau eksplorasi karakter virus Corona yang beredar di Indonesia.

Dilansir dari Hops.id jaringan DepokToday.com, Siti menilai hal ini penting, supaya jelas, COVID-19 yang beredar di Indonesia ini apakah beda atau tidak karakternya dengan yang ada di luar Indonesia.

Siti Fadilah Supari berpandangan virus Corona bisa menyebar secara alami dan juga direkayasa alias buatan.

-
Mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari dan Presiden Jokowi (Istimewa)

Nah kata Siti, kalau virus Corona terjadi secara alami, maka kejadiannya nggak seperti kasus ledakan corona di beberapa negara seperti saat ini. Siti kok melihatnya ada yang nggak beres, kasus ledakan COVID-19 kok kompak beriringan gitu.

“Kalau natural, mestinya perjalanannya tidak seperti itu. Ini loh yang akhir-akhir ini, India, Indonesia, Singapura, nah itu rada aneh,” kata Siti di akun YouTube Karni Ilyas Club dikutip dari Suara.com, Senin 9 Agustus 2021.



Dia juga nggak tahu dan belum bisa membuktikan Corona itu adalah rekayasa. Sebab kalau pemikirannya demikian, maka Amerika Serikat juga korban dari rekayasa COVID-19.

Makanya untuk memastikan karakter Corona itu asli atau buatan, Siti berpandangan perlu lho diteliti lebih dalam. Apalagi Indonesia punya sejumlah peneliti yang bisa membongkar hal itu.

Siti menjelaskan Indonesia memiliki sejumlah ahli yang bisa meneliti virus corona. Ia mengatakan keterlaluan virus yang memicu ledakan kasus COVID-19 di sejumlah negara itu sama.

Kira-kira sama nggak sih karekter virus COVID-19 yang ada di Singapura, Amerika Serikat.

“Kalau sama ya kebangetan. Wong dunia segini lebarnya, hawanya berbeda, lah kok bisa agak sama. Dan mestinya kita manfaatkan itu virolog-virolog Eijkman, untuk mengeksplorasi virus pada waktu meledak itu berkarakter seperti apa, dari mana dia datang, ke mana dia pergi,” saran dia.

-
Mantan Menkes, Siti Fadilah Supari. (Istimewa)

Siti Fadilah menilai kebijakan pembatasan aktivitas yang berganti-ganti dari PSSB sampai kini PPKM, cuma bisa menekan kerumunan masyarakat saja. Kebijakan tersebut sudah tepat untuk batasi kontak antarmanusia.

Tapi dia heran lagi, kenapa PSBB dan PPKM dianggap sukses menekan kerumunan kok kasus COVID-19 masih saja tinggi.

Dari situ, Siti berkesimpulan PSBB sampai PPKM bukan jalan keluar atau solusi untuk menghilangkan ledakan kasus COVID-19.

“Sejak Maret 2020, sudah berapa kali lockdown, PSBB, PPKM, mikro, PPKM darurat. Tujuan cuma satu hilangkan kerumunan,” katanya

Disisi lain, dalam keterangannya di kanal tersebut, Siti memuji Presiden Jokowi yang tidak mengambil langkah lockdown sebenarnya seperti yang dilakukan di luar negeri yakni menutup atau menghentikan semua aktivitas masyarakat.

Menurutnya PSBB atau PPKM, adalah upaya lockdown tapi sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia.

Editor: Ade Ridwan - Depoktoday

Tags

Terkini

X